Bagaimana Menjadi Guru yang Baik?
PAHLAWAN tanpa tanda jasa, adalah sebutan bagi mereka yang rela dan ikhlas mengabdikan diri untuk membina, membimbing para peserta didik. Biasanya, sebutan tersebut lebih kental kepada guru. Karena perjuangan dan kegigihannya, guru mendapat sebutan istimewa. Jasa yang dibawa oleh guru sangatlah besar. Peserta didik tidaklah mampu melakukan apa-apa, takkan sukses tanpa adanya mereka.
Guru berkontribusi besar dalam merubah dan mencerdaskan peserta didik. Guru bagaikan icon dalam dunia pendidikan. Maka, dengan hal itu, guru wajib mempunyai intelektual tinggi. Tidak hanya sekedar intelektual semata, akan tetapi kecerdasan emosional dan spiritual pun harus tumbuh dalam jiwa seorang guru. Jika unsur itu saja tidak ada, jangan harap peserta didik sukses untuk kedepan.
Berbicara guru pastinya tidak terlepas dari mengajar, mentranformasikan keilmuwan serta bersentuhan langsung dengan murid. Mengajar tentunya tidak semudah membalikan kedua telapak tangan. Dibutuhkan keahlian dan keterampilan khusus. Menurut George Picket dan John J Hanlon mengatakan, mengajar merupakan sebuah profesi dan keterampilan. Tidak semua orang cocok untuk tantangan seperti itu berdasarkan temperamen, pelatihan, maupun pengalamannya.(George Picket & John J Hanlon)
Kurang pas rasanya, jika guru tidak pernah melakukan kegiatan mengajar, apalagi sampai tidak mengenali murid-muridnya sendiri. Hal ini menggambarkan bahwa guru tersebut tidak pernah menunjukan keseriusan dalam mengajar, sehingga tidak ada rasa cinta, rasa memiliki dan tanggungjawab terhadap murid-muridnya.
Lalu apa saja pekerjaan seorang guru?
Bukan watak seorang pendidik, jika pendidik itu tidak pernah terjun dan memberikan ilmu untuk muridnya. Karena itu sudah menjadi tanggung jawab mereka. Guru mempunyai tugas untuk mendidik, melatih dan mengajar. Sungguh ironis, bila jabatan guru tidak bisa dilaksanakan dengan amanah. Guru tidak bisa konsisten, tidak bisa bersikap adil dan tidak mampu menampilkan sikap profesionalnya kepada para murid. Maka, seharusnya ini menjadi sorotan dan renungan bagi kita. Betapa penting guru profesional untuk menunjang para peserta didik kedepan.
Istilah profesional sering diartikan kedalam bentuk strata, status atau keahlian seseorang di bidang tertentu. Orang yang profesional akan terlihat dari segi keterampilan dan teknis yang ia miliki. Berbeda dengan yang tidak profesional (tidak kompeten). Contohnya, seorang guru dikatakan profesional apabila guru itu mempunyai kualitas mengajar yang baik. Profesional memiliki makna ahli (ekspert)tanggung jawab (responsibility). Baik tanggungjawab intelektual maupun tanggungjawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.( Sahertian, 1994 : 29-36).
Tanggungjawab guru sangatlah besar. Guru mesti mampu merubah peserta didik ke arah yang lebih baik. Berkomitmen mencetak para pelajar untuk generasi penerus kedepan terutama dalam pembentukan akhlak yang baik. Akhlak mulia yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan UUD 1945 tentang pendidikan yang tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif dan mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.(UUD 1945 No 20 Th 2003)
Oleh sebab itu, hal diatas bukan hanya cerminan saja, namun bagaimana caranya guru mampu mengimplementasikan itu semua. Sesuai dengan yang digariskan dalam UUD 1945 diatas.
Setiap aktifitas dan sikap seorang guru harus memberikan contoh bagi yang lainnya. Jangan sampai guru berperilaku jelek yang mampu mencoreng profesinya sendiri.. Guru wajib memberi tuntunan bagi muridnya. Tuntunan yang diberikannya dengan rasa ikhlas dan penuh kasih sayang. Bukan malah gurunya sendiri berperilaku buruk, sehingga membunuh nama baiknya.
Perlu diingat oleh setiap guru-guru. Dalam setiap perbuatan mu, murid akan melihat. Dalam setiap perkataanmu, murid akan mengingat. Bahkan tidak menutup kemungkinan, lambat laun, murid-murid pun meniru dari setiap kebiasaan gurunya. Mengikuti kebiasaan yang ditampilkan oleh seorang pendidik. Tidak menjadi permasalahan selama yang ditiru muridmu benar, tetapi, jika muridmu berbalik melakukan kegiatan negatif, ini akan sangat berbahaya. Bisa saja melukai dan mencederai nama pendidikan, sekaligus guru-gurunya sendiri. Tidak terbayangkan, mau seperti apa kedepan, apabila gurunya sendiri bergelut dalam kegiatan negatif, mencontohkan perilaku jelek yang berpotensi menghancurkan reputasi sendiri.
Guru adalah contoh, publik figur bagi para murid. Jika sikapnya mencerminkan kebaikan maka, murid pun akan mengikuti sikap guru itu. Namun, jika sikap negatif yang di perlihatkan, maka, efek kejelekanlah yang akan terbangun disana. Ada peribahasa mengatakan : “Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari”. Artinya jika guru melakukan kesalahan, maka murid akan melakukan hal yang lebih parah dari gurunya sendiri. Terlebih jika itu di sudutkan pada guru mata Pelajaran Agama Islam (PAI). Biasanya selalu menjadi bahan perbincangan bagi sebagian orang karena memang seorang guru PAI sudah semestinya mencontohkan perbuatan baik (alim).
Jangan sampai di cederai dengan sikap buruk pada dirinya sendiri. Akan tetapi, tidak terlihat adil jika itu hanya di mandatkan terhadap guru PAI saja. Pada hakikatnya setiap guru mempunyai beban yang sama, yaitu untuk membentuk akhlak peserta didik.
Dalam Al-qur’an Allah SWT menerangkan bahwa. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Qs. An-Nahl : 90)
Memaknai dari ayat Al-qur’an tersebut, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kita berbuat adil, menjauhi perbuatan jelek dan keji. Dan dia memberikan pengajaran agar kita mampu mengambil hikmah dalam pelajaran tersebut.
Maka, guru pun haruslah berperilaku baik. Bisa memberikan contoh teladan. Sesuai dengan nilai-nilai keislaman. Tidak semena-mena dalam berbuat. Karena guru selalu di lihat. Jangan sampai guru melakukan kekeliruan, melakukan kesalahan dalam sikap dan perkataan.
Manusia adalah tempat salah dan lupa (al insaanu mahallul khoto). Manusia tidaklah sempurna, pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sama halnya dengan guru. Guru tidak mungkin terlihat sempurna. Pasti ada saja kekurangan dalam diri mereka. namun, guru mesti bisa menutupi itu semua. Guru harus pandai mengolah potensinya. Guru harus terlihat cerdas, cakap, berwibawa serta unggul dalam segala bidang.
Hendaknya guru kompeten dalam mendidik murid-muridnya. Guru mesti memberi pemahaman yang jelas kepada murid-murid. Jangan membuat murid bingung dan keliru. Karena ini dampaknya sangat signifikan. Jika guru salah dan keliru dalam memberi pehaman serta mencontohkan maka, murid tersebut akan seterusnya mengikuti apa yang pernah diajarkan oleh guru itu. Dan itu akan melekat, menjadi karakter atau kebiasaan dalam kehidupannya. Ini sangatlah berbahaya. Untuk itu, jangan sampai guru keliru, karena engkau selalu ditiru.
Terkadang hal ini sering dilupakan oleh guru. Guru tidak sadar dengan kekeliruan yang pernah dilakukannya. Maka, sebagai guru kita mesti berintropeksi diri. Melihat pada sikap kita. Apakah kita sudah benar atau salah dalam memberikan contoh dan pemahaman kepada murid? Jika hal itu belum dilakukan, saya kira hari ini guru wajib merenungkan untuk merubah itu semua. Karena nasib murid kedepan ada di tangan guru yang peduli akan perubahan.
0 komentar:
Posting Komentar