Tanpa doa bagai tentara tanpa senjata
- Berbeda dengan makhluk-Nya, Allah
mencintai orang-orang yang rajin memohon kepada-Nya. Karena hal itu menunjukkan
bahwa manusia merasa fakir (butuh) kepada Allah. Dan Allah justru membenci
orang-orang yang angkuh dan enggan berdoa kepada-Nya. Nabi shalallahu 'alaihi
wasalam bersabda,
مَنْ
لَمْ يَسْأَلِ اللهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ
"Barangsiapa yang tidak memohon
kepada Allah, maka Allah murka kepadanya" (HR Tirmidzi dan Bukhari dalam
Adabul Mufrad)
Realitanya, ada orang-orang yang
merasa dirinya cukup, merasa bisa mendapatkan keinginannya tanpa pertolongan
Rabbnya, lalu meninggalkan doa. Sudah barang tentu ia akan mengenyam kesulitan
demi kesulitan dalam menjalani hidup, di dunia apalagi di akhirat. Allah
berfirman,
"Dan adapun orang-orang yang
bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka
kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. " (QS al-Lail 8 – 10)
Tanpa
Doa, Seperti Tentara tanpa Senjata
Di antara kaum muslimin, ada lagi
yang meninggalkan doa karena merasa tak mampu memenuhi persyaratannya. Seperti
orang yang berkata, "Saya biasa makan dari rejeki yang tak jelas
halal haramnya, sedangkan orang yang mengkonsumsi barang yang haram tidak
dikabulkan do'anya, maka percuma saja kalau saya berdoa." Laa haula wa laa
quwwata illa billah. Adakah sesuatu yang bisa diandalkan seorang muslim
melebihi 'senjata' doa? Hingga ada yang rela mencampakkan doa agar bebas makan
apa saja?
Seseorang yang mengerti
urgensi doa, tentu lebih memilih untuk memenuhi syarat terkabulnya doa,
katimbang ia harus bertelanjang dari doa. Karena meninggalkan hal yang haram
itu lebih mudah dijalani daripada hidup tanpa menyandang senjata doa. Tanpa
doa, keadaan seseorang lebih berat dari tentara yang tidak memiliki senjata,
petani yang tidak memiliki cangkul, orang sakit yang tak mendapatkan obat, atau
seseorang yang ingin membeli barang tanpa memiliki uang.
Hanya mengandalkan kecerdasan pikir,
kekuatan fisik maupun alat canggih, jelas tidak memadai bagi manusia untuk bisa
meraih tujuan bahagia yang sempurna, atau mencegah datangnya marabahaya. Alangkah
kecil modal dan kekuatan, sementara begitu besar cita-cita yang diharapkan,
dahsyat pula potensi bahaya yang mungkin datang di hadapan. Untuk itu, manusia
membutuhkan 'kekuatan lain' di luar dirinya untuk merealisasikan dua tujuan
itu. Dan barangsiapa yang menjadikan doa sebagai sarana, niscaya dia akan
menjadi orang yang paling kuat, paling sukses dan paling beruntung. Karena doa
mengundang datangnya pertolongan Allah Yang Maha Berkehendak, Mahakuasa,
Mahakuat dan mampu melakukan apapun yang dikehendaki-Nya, Fa'aalul
limaa yuriid. Karena itulah, Ibnul Qayyim dalam al-Jawaabul Kaafi berkata,
"Doa adalah sebab yang paling kuat untuk mencegah dari perkara yang
dibenci dan menghasilkan sesuatu yang dicari."
Khasiat
Doa Sepanjang Masa
Allah telah banyak mengisahkan
dahsyatnya doa, yang menjadi solusi problem-problem besar dan menjadi sebab
yang menyelamatkan dalam banyak peristiwa genting dari zaman ke zaman. Dan
meski dengan variasi dan kadar yang berbeda, sebenarnya problem-problem yang di
hadapi manusia dari zaman ke zaman memiliki karakter yang nyaris sama.
Jika di zaman ini banyak orang yang
galau, atau berduka lantaran kesulitan yang menghimpitnya, maka dahulu Nabi
Yunus 'alaihissalam pernah mengalami hal yang sama dan bahkan lebih berat. Toh,
kegalauan itu akhirnya sirna dengan doa beliau, "laa ilaaha illa anta
subhaanaka inni kuntu minazh zhaalimin," Karena Allah menjawab doa beliau
dengan firman-Nya, "Maka Kami telah memperkenankan doanya dan
menyelamatkannya dari pada kedukaan." (QS al-Anbiya' 88)
Maka adakah orang yang sedang
menyandang kesulitan hari ini mengingat dan berdoa sebagaimana doa beliau?
Jika sekarang banyak orang menderita
sakit yang tak kunjung sembuh, dan tak jarang kesulitan untuk menemukan sebab
dan obatnya, hal yang sama pernah menimpa Nabi Ayyuub 'alaihissalam. Dan pada
akhirnya penyakit beliau sembuh dengan doa, "Rabbi inni massaniyadh dhurru
wa Anta Arhamur Raahimiin",
Karena Allah menjawab doa beliau
dengan firman-Nya, "Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu
Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya." (QS al-Anbiya' 84)
Jika sekarang banyak orang mengalami
rasa takut akan datangnya bencana, atau khawatir dengan bahaya yang mengancam,
solusi dari semua itu juga telah ditempuh oleh Nabi yang mulia, Muhammad
shalallahu 'alaihi wasalam, yakni dengan doa, "hasbunallahu wa ni'mal
Wakiil", maka Allah menghindarkan mereka dari bahaya, sebagaimana
firman-Nya,
"Maka mereka kembali dengan
nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana
apa-apa," (QS Ali Imran 174)
Begitulah doa, mampu menjadi solusi
saat manusia angkat tangan untuk memberi solusi. Doa juga efektif menjadi jalan
keluar ketika segala cara menemui jalan buntu. Doa juga mampu mencegah bahaya,
yang dosisnya tidak mampu dibendung oleh kekuatan manusia.
Semestinya doa bukan menjadi
alternatif terakhir, atau ia baru diingat setelah ikhtiyar tak
menghasilkan jalan keluar. Mestinya doa tetap mengiringi sebelum, di saat dan
setelah ikhtiyar ragawi dilakukan.
Faktanya, masih jamak terjadi di
kalangan kaum muslimin. Mereka begitu getol dan rajin berdoa saat menghadapi
situasi khusus. Saat anak mencari sekolah, ketika sedang mencari lowongan
kerja, tatkala ada keluarga yang sakit, atau ketika ada tanda-tanda bencana
akan terjadi. Selebihnya, tak ada doa dipanjatkan, tak tersirat dalam
pikirannya bahwa Allahlah yang kuasa segalanya, untuk memberi atau menahan
sesuatu yang diharapkan. Manusia tidak lepas sedikitpun dari pertolongan Allah
untuk meraih kesuksesan. Sehingga ia perlu berdoa kepada Allah untuk kebaikan
seluruh urusannya, bukan hanya mengandalkan kehebatan dirinya yang hakikatnya
sangat lemah tanpa pertolongan Allah. Karenanya, di antara doa yang diajarkan
oleh Nabi shalallahu 'alaihi wasalam adalah,
اللَّهُمَّ
رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِى إِلَى نَفْسِى طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِى
شَأْنِى كُلَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
"Ya Allah, rahmat-Mu aku harap,
dan janganlah Engkau serahkan (nasib) diriku kepada diriku sendiri meski hanya
sekejap mata, perbaguslah untukku segala urusanku, tidak ada ilah yang haq
kecuali Engkau." (HR Abu Dawud)
Doa
Harian, Menjawab Segala Kebutuhan
Adalah baik jika seseorang
membiasakan doa-doa harian yang bersifat ta'abbudiyah maupun adab. Seperti doa
sebelum dan sesudah makan, hendak tidur dan setelah bangun, masuk masjid atau
keluar, maupun doa-doa lain yang disyariatkan. Ketika ia menjalaninya dalam
rangka menjalani sunnah, ia mendapatkan pahala. Inilah fungsi doa yang disebut
dengan du'a al-'ibaadah (doa sebagai realisasi ibadah). Namun ada fungsi lain
dari doa, yang disebut dengan du'a al-mas'alah (doa sebagai permohonan).
Ketika doa dilantunkan tanpa adanya kesadaran bahwa dirinya sedang memohon
kepada Allah, maka maksud yang dikehendaki dari makna doa tidak akan terwujud.
Nabi shalallahu 'alaihi wasalam bersabda,
ادْعُوا
اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ
يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
"Berdoalah kepada Allah
sedangkan kamu dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah
tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan alpa." (HR Tirmidzi,
al-Albani mengatakan, "hasan").
Andaikan seorang muslim membiasakan
diri dengan doa-doa harian yang disyariatkan, sekaligus diiringi dengan
kesengajaan dan pengharapan sebagaimana makna yang terkandung dalam doa, niscaya
tercoverlah kebutuhan-kebutuhannya, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Karena doa-doa yang Nabi ajarkan dari bangun tidur hingga bangun tidur kembali
sudah mencakup segala hal yang dibutuhkan manusia, baik kemaslahatan diiniyyah
maupun dunyawiyyah. Permohonan sehat dan dijaga dari penyakit, kemudahan segala
urusan, permohonan rezeki, perlindungan dari segala gangguan setan dan
keburukan, maupun permohonan jannah dan terhindar dari neraka.
Generasi terbaik di kalangan
sahabat, berusaha menghadirkan pengharapan saat berdoa dengan suatu doa yang
menjadi rutinitas harian. Ibnu Katsier dalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari
Ibnu Abi Hatim, bahwa 'Irak bin Malik, selepas shalat Jumat beliau berdiri di
pintu masjid beliau berdoa dengan doa keluar masjid lalu berkata, "Ya
Allah, saya telah memenuhi panggilan-Mu, lalu shalat dengan shalat yang Engkau
fardhukan atasku, akupun hendak bertebaran di muka sebagaimana yang Engkau
perintahkan, maka berilah rezki kepadaku dari karuia-Mu, karena Engkau adalah sebaik-baik
Pemberi rezki."
Perlu kiranya digarisbawahi, bahwa
doa dengan segala kelebihan dan faedahnya, tidak menafikan atau menghapus
keharusan untuk ikhtiyar. Masing-masing memiliki kadar tersendiri sebagai sebab
terkabulnya doa, di samping juga memiliki nilai ibadah tersendiri Wallahu
a'lam.[]
Oleh: Abu Umar Abdillah - http://www.arrisalah.net
0 komentar:
Posting Komentar